“Aku tuh orang yang paling gak bisa nonton film, gak ngerti.. Enakan baca novelnya…”
***
Kalimat itu kerap kali saya
tuturkan pada orang-orang terdekat saya ketika membahas sebuah karya yang ada
versi ‘novel’ dan ada versi ‘film’ nya. Yap, saya mungkin culun, hari giniii
gitu gak suka nonton film, but that’s a fact, mungkin saya emang terlahir
sebagai orang yang lebih mampu menyerap informasi tertulis ketimbang informasi
dalam bentuk audio visual. Contoh nyatanya terjadi pada cerita Harry Potter.
Kebetulan, saya lebih dulu melihat film-nya ketimbang novelnya. Waktu melihat
film si HarPot ini di VCD (kalo gak salah kelas 5 atau 6 SD) saya berkali-kali
berisik bilang “ini film apaan sih, seriusan deh gak ngerti jalan ceritanya”,
tapiiiiii begitu pertama kali berkenalan dengan novelnya (sekitar kelas 2 SMP)
saya langsung terhanyut dengan fantasi J.K. Rowling.
Entah
kena tulah atau apa, rasanya kali ini saya harus mengakui bulat-bulat bahwa
tidak selamanya statement yang saya buat ini benar. Novel tidak selamanya lebih
menarik daripada film, adakalanya justru film lebih bisa menggambarkan maksud
si penulis. Dan uniknya, film yang berhasil membuat saya mengakui bahwa ia jauh
lebih menarik dibanding versi novelnya adalah “Twilight”, sebuah kisah yang
sebenarnya genre-nya gak jauh2 amat dari Harry Potter -___-‘
Pertama kali tau ada kisah
Twilight dari mbak kosan pas jaman kuliah dulu. Waktu itu, si
mbak tergila-gila dengan Edward Cullen dan alhasil berusaha meracuni seluruh
kosan dengan virus Twilight :p Well, dasarnya saya penggila novel, kena bujuk
lah saya untuk membaca novelnya. Tapi ternyata ini bukan novel yang bisa bikin
saya terhanyut. Stuck di halaman-halaman awal, lupa sih tepatnya sampe bab
berapa, tapi yang pasti kali itu saya gagal membaca sampai akhir.
Menurut saya, Twilight versi
novel sangat membosankan, gak ada konflik spesial yang diangkat, sisi romance-nya juga gak terlalu kuat, biasa
aja, datar. Hmm, tapi ini bisa dibilang ini hanya penilaian parsial lho yaaa
karena saya cuma baca sebagian kecil dari novelnya.
Kebetulan dan kebetulan banget,
Twilight ini mengangkat kisah percintaan antara seorang manusia (Bella Swan)
dengan seorang vampire (Edward Cullen). Nah, waktu zaman SMP, saya pernah
tergila-gila dengan serial cantik berjudul Throbbing
Tonight yang juga mengangkat kisah percintaan antara seorang keturunan
manusia serigala dengan seorang vampire (sampe khatam 30 seri + 1 seri bonus
:p). Entah mungkin masih terlalu terpesona dengan kisah itu, saya jadi sedikit
membanding-bandingkan, dan kesimpulan saya saat itu Twilight kalah jauuuuuh
dibanding Throbbing Tonight yang berhasil memadukan romance,comedy,dan sedikit tragedy
dengan teramat sangat pas.
Makanya
saya heran banget, koq bisa ya Twilight menarik berjuta-juta orang menjadi
penggemarnya bahkan kerap disebut-sebut sejajar dengan Harry Potter? :O
Iseng ngopy film-nya dari temen
kantor, ealaaaah saya terpesona juga akhirnya dengan kisah ini ;-) *telat 5
tahuuun*.
Visualisasi kisah Twilight dalam
film saya akui sangat bagus. Mulai dari pemilihan setting lokasi. Kota Forks
yang di novel digambarkan sangat ‘dingin’ (kesan yang saya dapatkan dari novel,
Forks adalah kota yang suram), ternyata di film digambarkan sebagai sebuah kota
yang sejuk, masih sangat asri dengan danau cantik dan hutan Konnifer yang
sempurna (minjem istilah mas’q :p). Sama-sama dingin sih, tapi makna dingin
yang saya tangkep beda :D.
Kota Forks, cantiknyaaaa ^^ |
Kemudian, tentang tokoh ayah
Bella Swan. Saya suka dengan setiap fragmen yang menghadirkan Bella dan
ayahnya. Karakter seorang ayah yang seolah acuh tak acuh pada anak gadisnya
yang mulai beranjak dewasa padahal begitu khawatir dan begitu ingin tetap bisa
memanjakan sang anak,, serta karakter seorang anak perempuan yang seolah ingin
hidup lepas tanpa aturan dan kekangan dari sang ayah padahal sesungguhnya masih
tidak keberatan untuk diperlakukan manja bak anak kecil, menurut saya tergambar
sempurna di film ini, walaupun memang bukan cerita utamanya. Saya
percaya bahwa hal ini memang benar terjadi di dunia nyata, seorang ayah pada
umumnya akan mengalami hal itu ketika anak gadisnya beranjak dewasa. Namun,
pada kisa Bella Swan hal ini lebih terkesan sentimentil mengingat Bella
sebelumnya tidak tinggal bersama ayahnya. Hubungan Bella dengan ibunya juga
tergambar cukup manis di film ini. Jadi dapet deh, cinta remaja yang berbasis
keluarga :’) *tapi tetep lah yaa, untuk budaya timur banyak yang gak sesuai*
Poin ketiga yang bikin saya
akhirnya jatuh cinta dengan Twilight adalah statement-statement
Edward Cullen dan Bella Swan tentang cinta. Yap, saya tahu ini adalah kisah
maha fantasi yang pastinya tak mungkin terjadi di dunia nyata, tapi statement-statement cinta mereka menurut
saya sangat membumi *mulai alay haha..
Beberapa statement yang saya suka :
“Aku tak punya kekuatan untuk jauh darimu lagi” (Cullen, menit ke-44)
“Dan yang ketiga, aku jatuh cinta padanya tanpa syarat dan perasaan ini tak dapat ditarik kembali” (Swan, menit ke-58)
“Tidakkah cukup bagimu punya kehidupan yang panjang dan bahagia denganku?” (Cullen, menit ke-112)
Dan poin terakhir, saya sukaaa
banget dengan Kristen Stewart, what a cute lady, cocok lah meranin Bella Swan
:-))
Hmmm, beneran kena tulah nih
kayaknya saya, jadi bertekad buat nonton lanjutannya. Oke, new moon,
selanjutnya adalah jatahmuu, dan ayo lihat apakah kamu berhasil memesonaku
seperti Twilight? ;-)
*semoga saya tidak jadi pecandu
film karena menjadi pecandu novel aja udah lumayan me-lena-kan* :p
Catatan tambahan :
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan komen :)