Jumat, 14 Juni 2013

Facebook on Love (Ifa Avianti, 2009)




Don’t judge a book by its cover. 

Rasanya pepatah lama itu sangat tepat diberikan untuk buku ini, dalam makna harfiahnya. Pertama kali lihat cover buku ini terpajang di rak perpus kantor, saya sama sekali gak berminat untuk meminjamnya. Kenapa? Covernya itu lhoo, koq terkesan sinetron banget ya? Udah gitu, jujur, judulnya pun nggak ‘memanggil’.





Yang ada di benak saya, kayaknya ini novel ababil banget deh. Tapi, setelah nggak ada lagi koleksi perpus di kantor saya yang menggoda untuk dipinjam (dan sayangnya koq ya gak nambah-nambah koleksinya), akhirnya saya comot juga novel yang satu ini..

Hmm, liat nama penerbitnya : Lingkar Pena Publishing House.



Agak heran juga, sebab setau saya Lingkar Pena punyanya mbak Helvy Tiana Rosa termasuk salah satu penerbit yang idealis, jadi nggak mungkin nerbitin buku yang nggak berisi. Oke deh, penasaran, saya comot nih novel :D Oh iya, btw ini adalah novel pertama mba Ifa Avianti yang saya baca :-)

Sesuai judulnya, novel ini bersetting utama facebook (fb). Tokoh utama novel ini bernama Dayana (Dea) dan Fadli. Perkenalah kedua tokoh ini pun berawal dari fb. Dea yang merupakan lulusan jurusan creative writing dari sebuah universitas di Australia suka sekali menulis review tentang buku-buku yang baru dibacanya dalam bentuk notes/status fb-nya. Notes/status itu sering sekali dikomen oleh Fadli, seseorang yang dalam dunia nyata belum pernah dikenal oleh Dea. Yang menyebalkan, komen-komen fadli lebih sering berupa kritik terhadap review yang ditulis Dea. Intinya, Fadli hobi sekali memancing Dea untuk berdebat di Fb.

Suatu hari, Dea melamar kerja di sebuah kantor penerbitan. Tak dinyana, ternyata pemilik penerbitan tersebut adalah Fadli. Singkat cerita, mereka pun akhirnya menjadi atasan-bawahan. Tetapi dasar sifat keduanya sama-sama keras, di dunia nyata pun mereka masih kerap bertengkar. Fadli yang bossy, dan Dea yang enggan diinjak-injak. Namun lambat laun benih cinta mulai tumbuh di antara mereka. Terlebih, semenjak Fadli menemukan sepasang bayi kembar di basement kantornya. Dea yang sangat suka anak-anak pun meminta agar Fadli mau menyerahkan bayi itu untuk ia asuh. Fadli menolak, dan malah meminta Dea untuk bersama-sama dengannya mengasuh bayi itu, alias jadi Panda dan Bunda si kembar. Yap, Fadli melamar Dea. Dea awalnya menolak, tapi lambat laun Fadli berhasil meyakinkannya. Pernikahan mereka pun segera digelar, tanpa proses pacaran, resmilah mereka menjadi sepasang suami-istri, sekaligus Panda dan Bunda bagi dua bayi kembar itu.

Novel ini terasa mulai berisi di bagian ini, penulis dengan teramat sangat sukses berhasil menggambarkan bagaimana jatuh bangunnya menjadi seorang Ibu baru, letih namun membahagiakan. Digambarkan pula sedikit sindrom baby-blues yang dialami Dea, dan bagaimana pentingnya peran seorang suami (a.k.a Fadli) dalam mengobati sindrom ini. Penulis juga pandai meramu sebuah cerita yang manis tentang kehidupan newly-weeds, romantisnya nggak norak.  Hmm, ngomporin orang buat cepet-cepet nikah nih #eh :P

Namun, kehidupan pernikahan memang tidak selamanya berjalan mulus. Baru beberapa bulan mereka menikah, datanglah badai dalam bentuk mantan kekasih Fadli. Mengenai hal ini, sebelum menikah Fadli sudah bercerita pada Dea bahwa ia sudah lama menjalin hubungan dengan seorang wanita yang masih berstatus istri orang. Ternyata, wanita tersebut tidak mau menerima kenyataan bahwa Fadli telah menikah dengan Dea. Kehadiran kembali wanita tersebut membuat Dea marah, dan akhirnya memutuskan untuk pisah rumah dari Fadli.

Pada momen-momen pertengkaran ini, jelas sosok Fadli seharusnya menjadi sosok yang saya benci, karena sudah jelas-jelas menikah koq tapi tidak bisa dengan tegas menjaga hati wanita yang dinikahinya, tapi entah kenapa Penulis berhasil membuat saya tak sedikitpun membenci sosok Fadli. Yang ada, justru timbul pemakluman bagi tokoh yang satu ini.

Di sisi lain, tidak lama kemudian, Dea pun kemudian memutuskan untuk kembali pada suaminya. Sebuah keputusan bodoh kalau dilogika. Tapiii, lagi-lagi Penulis berhasil membuat saya berfikiran bahwa ini bukanlah keputusan bodoh, melainkan sebuah keputusan dewasa yang diambil karena rasa tanggung jawab. Dea sama sekali tidak digambarkan sebagai sosok yang cengeng dalam novel ini. Ia tegas, keras kepala, namun sangat keibuan.

Hmmm, dua kontrario. Dua tokoh yang seharusnya tidak saya suka, namun saya koq justru jatuh cinta pada mereka ? *halah* 

Intinya, novel ini menggambarkan bahwa kehidupan setelah pernikahan tidak bisa digambarkan sebagai hitam dan putih saja. Ada banyak variabel-variabel yang harus kita pertimbangkan ketika membuat suatu keputusan after-married. Cinta, mungkin itulah variabel yang paling tidak dapat dijabarkan oleh rumus apapun. Pembelajaran dan perbaikan, dua hal itulah yang selayaknya selalu dilakukan secara kontinyu oleh dua jiwa yang memutuskan untuk melebur menjadi satu dalam mahligai pernikahan. Selama dua hal itu masih mau dilakukan oleh pasangan kita, mungkin tak ada salahnya untuk memberikan second chance, walaupun jelas seperti kata Dea :


Sebenernya gue benci second chance. Basi! Basi! Basi! Kesannya, bego banget sih, kesempatan pertama dibiarin lewat gitu aja depan mata. Iya kalo nyampe umur sama takdir kita ke kesempatan kedua. Kalo kagak? Garuk2 aspal dah!
Tapiiii, kalo kamu nggak sepakat sama aku *begini lanjutan ujar Dea :
bahwa kita ternyata masih bisa nyatu, lo berdoa deh sama Alloh dan BERUSAHA KERAS nunjukin semua tekad lo itu.

P.s : panggilan lo-gue itu hanya digunakan Dea pada suratnya untuk Fadli yang ditulis dalam keadaan ia sangat marah, selebihnya nggak sekasar itu koq hehe.

Satu hal poin plus Dea, ia tipikal wanita gaul yang religius, ia berhasil menyadarkan Fadli untuk rutin beribadah. Selain itu, Dea juga dikelilingi oleh sahabat-sahabatnya yang gila, namun selalu tulus mendampingi dan men-support keutuhan rumah tangga ia dan Fadli.

Bisakah Fadli dan Dayana kembali rujuk? Atau, bahtera mereka akhirnya benar-benar karam? Ayo baca sendiri novelnya :D

Dijamin, setelah baca novel ini, kita bisa tahu bahwa menjadi seorang istri dan ibu benar-benar mampu membuat seorang wanita merasa fulfilled :’) Yang pasti, endingnya daleeeeem….

Jadi pengen baca tulisan mbak Ifa Avianti yang laiiiiin, ringan tapi cukup memberi sudut pandang baru.

Okeeh, book-meter, tunjukkan dirimu :D


 Review ini juga dibuat dalam rangka mengikuti :



0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komen :)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
back to top
 

Boekenliefhebber Copyright © 2009 Flower Garden is Designed by Ipietoon for Tadpole's Notez Flower Image by Dapino