Don’t judge a book by its cover.
Rasanya pepatah lama itu sangat
tepat diberikan untuk buku ini, dalam makna harfiahnya. Pertama kali lihat
cover buku ini terpajang di rak perpus kantor, saya sama sekali gak berminat
untuk meminjamnya. Kenapa? Covernya itu lhoo, koq terkesan sinetron banget ya?
Udah gitu, jujur, judulnya pun nggak ‘memanggil’.
Yang ada di benak saya, kayaknya
ini novel ababil banget deh. Tapi, setelah nggak ada lagi koleksi perpus di
kantor saya yang menggoda untuk dipinjam (dan sayangnya koq ya gak
nambah-nambah koleksinya), akhirnya saya comot juga novel yang satu ini..
Agak heran juga, sebab setau saya
Lingkar Pena punyanya mbak Helvy Tiana Rosa termasuk salah satu penerbit yang
idealis, jadi nggak mungkin nerbitin buku yang nggak berisi. Oke deh,
penasaran, saya comot nih novel :D Oh iya, btw ini adalah novel pertama mba Ifa
Avianti yang saya baca :-)
Sesuai judulnya, novel ini
bersetting utama facebook (fb). Tokoh utama novel ini bernama Dayana (Dea) dan
Fadli. Perkenalah kedua tokoh ini pun berawal dari fb. Dea yang merupakan
lulusan jurusan creative writing dari
sebuah universitas di Australia suka sekali menulis review tentang buku-buku
yang baru dibacanya dalam bentuk notes/status fb-nya. Notes/status itu sering
sekali dikomen oleh Fadli, seseorang yang dalam dunia nyata belum pernah
dikenal oleh Dea. Yang menyebalkan, komen-komen fadli lebih sering berupa
kritik terhadap review yang ditulis Dea. Intinya, Fadli hobi sekali memancing
Dea untuk berdebat di Fb.
Suatu hari, Dea melamar kerja di
sebuah kantor penerbitan. Tak dinyana, ternyata pemilik penerbitan tersebut
adalah Fadli. Singkat cerita, mereka pun akhirnya menjadi atasan-bawahan.
Tetapi dasar sifat keduanya sama-sama keras, di dunia nyata pun mereka masih
kerap bertengkar. Fadli yang bossy,
dan Dea yang enggan diinjak-injak. Namun lambat laun benih cinta mulai tumbuh
di antara mereka. Terlebih, semenjak Fadli menemukan sepasang bayi kembar di
basement kantornya. Dea yang sangat suka anak-anak pun meminta agar Fadli mau
menyerahkan bayi itu untuk ia asuh. Fadli menolak, dan malah meminta Dea untuk
bersama-sama dengannya mengasuh bayi itu, alias jadi Panda dan Bunda si kembar.
Yap, Fadli melamar Dea. Dea awalnya menolak, tapi lambat laun Fadli berhasil
meyakinkannya. Pernikahan mereka pun segera digelar, tanpa proses pacaran,
resmilah mereka menjadi sepasang suami-istri, sekaligus Panda dan Bunda bagi dua
bayi kembar itu.
Novel ini terasa mulai berisi di
bagian ini, penulis dengan teramat sangat sukses berhasil menggambarkan
bagaimana jatuh bangunnya menjadi seorang Ibu baru, letih namun membahagiakan. Digambarkan
pula sedikit sindrom baby-blues yang
dialami Dea, dan bagaimana pentingnya peran seorang suami (a.k.a Fadli) dalam
mengobati sindrom ini. Penulis juga pandai meramu sebuah cerita yang manis
tentang kehidupan newly-weeds,
romantisnya nggak norak. Hmm, ngomporin
orang buat cepet-cepet nikah nih #eh :P
Namun, kehidupan pernikahan
memang tidak selamanya berjalan mulus. Baru beberapa bulan mereka menikah,
datanglah badai dalam bentuk mantan kekasih Fadli. Mengenai hal ini, sebelum
menikah Fadli sudah bercerita pada Dea bahwa ia sudah lama menjalin hubungan
dengan seorang wanita yang masih berstatus istri orang. Ternyata, wanita
tersebut tidak mau menerima kenyataan bahwa Fadli telah menikah dengan Dea.
Kehadiran kembali wanita tersebut membuat Dea marah, dan akhirnya memutuskan
untuk pisah rumah dari Fadli.
Pada momen-momen pertengkaran
ini, jelas sosok Fadli seharusnya menjadi sosok yang saya benci, karena sudah
jelas-jelas menikah koq tapi tidak bisa dengan tegas menjaga hati wanita yang
dinikahinya, tapi entah kenapa Penulis berhasil membuat saya tak sedikitpun
membenci sosok Fadli. Yang ada, justru timbul pemakluman bagi tokoh yang satu
ini.
Di sisi lain, tidak lama
kemudian, Dea pun kemudian memutuskan untuk kembali pada suaminya. Sebuah
keputusan bodoh kalau dilogika. Tapiii, lagi-lagi Penulis berhasil membuat saya
berfikiran bahwa ini bukanlah keputusan bodoh, melainkan sebuah keputusan
dewasa yang diambil karena rasa tanggung jawab. Dea sama sekali tidak
digambarkan sebagai sosok yang cengeng dalam novel ini. Ia tegas, keras kepala,
namun sangat keibuan.
Hmmm, dua kontrario. Dua tokoh
yang seharusnya tidak saya suka, namun saya koq justru jatuh cinta pada mereka
? *halah*
Intinya, novel ini menggambarkan
bahwa kehidupan setelah pernikahan tidak bisa digambarkan sebagai hitam dan
putih saja. Ada banyak variabel-variabel yang harus kita pertimbangkan ketika
membuat suatu keputusan after-married.
Cinta, mungkin itulah variabel yang paling tidak dapat dijabarkan oleh rumus
apapun. Pembelajaran dan perbaikan, dua hal itulah yang selayaknya selalu
dilakukan secara kontinyu oleh dua jiwa yang memutuskan untuk melebur menjadi
satu dalam mahligai pernikahan. Selama dua hal itu masih mau dilakukan oleh
pasangan kita, mungkin tak ada salahnya untuk memberikan second chance, walaupun jelas seperti kata Dea :
Sebenernya gue benci second chance. Basi! Basi! Basi! Kesannya, bego banget sih, kesempatan pertama dibiarin lewat gitu aja depan mata. Iya kalo nyampe umur sama takdir kita ke kesempatan kedua. Kalo kagak? Garuk2 aspal dah!Tapiiii, kalo kamu nggak sepakat sama aku *begini lanjutan ujar Dea :bahwa kita ternyata masih bisa nyatu, lo berdoa deh sama Alloh dan BERUSAHA KERAS nunjukin semua tekad lo itu.
P.s : panggilan lo-gue itu hanya
digunakan Dea pada suratnya untuk Fadli yang ditulis dalam keadaan ia sangat
marah, selebihnya nggak sekasar itu koq hehe.
Satu hal poin plus Dea, ia
tipikal wanita gaul yang religius, ia berhasil menyadarkan Fadli untuk rutin
beribadah. Selain itu, Dea juga dikelilingi oleh sahabat-sahabatnya yang gila,
namun selalu tulus mendampingi dan men-support keutuhan rumah tangga ia dan
Fadli.
Bisakah Fadli dan Dayana kembali
rujuk? Atau, bahtera mereka akhirnya benar-benar karam? Ayo baca sendiri
novelnya :D
Dijamin, setelah baca novel ini,
kita bisa tahu bahwa menjadi seorang istri dan ibu benar-benar mampu membuat
seorang wanita merasa fulfilled :’)
Yang pasti, endingnya daleeeeem….
Jadi pengen baca tulisan mbak Ifa
Avianti yang laiiiiin, ringan tapi cukup memberi sudut pandang baru.
Okeeh, book-meter, tunjukkan
dirimu :D
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan komen :)