Jumat, 14 Juni 2013

Sang Penandai (Tere Liye, 2006)




Tere Liye. Penulis yang satu ini sudah berhasil membuat saya kepincut sejak pertama kali membaca tulisannya. Hmmm, emang si abang yang satu ini (jangan berpikir Tere Liye itu cewek yaa :p) pandai nian merangkai kisah yang mendatangkan pemahaman-pemahaman baru hingga saya tak pernah bosan memburu karya-karyanya.

Salah satu karya Tere Liye yang udah selesai saya baca adalah Sang Penandai. Dibanding sama karyanya yang lain, Sang Penandai ini bisa dibilang kurang populer, mungkin karena emang diterbitkannya juga jauh sebelum Tere Liye se-eksis sekarang. Saya sendiri waktu memutuskan beli novel ini cuma karena jaminan nama penulisnya, padahal sama sekali belum pernah mendengar judulnya, malahan arti kata Sang Penandai aja waktu itu saya gak ngerti -___-

Lalu, seperti apakah cerita novel Sang Penandai ini? :D





Cerita bermula dari sebuah kejadian pahit. Jim, tokoh utama novel ini, harus rela kehilangan cinta pertamanya yang bernama Nayla. Nayla memutuskan bunuh diri dengan meminum racun karena cintanya pada Jim tidak direstui oleh kedua orang tuanya. Maklum saja, Nayla adalah anak keluarga bangsawan, sedangkan Jim hanyalah pria miskin yang sudah yatim piatu sejak kecil. 

Sebenarnya, sebelum memutuskan untuk bunuh diri, Nayla telah berkali-kali meminta Jim untuk berani melarikan dirinya dari rumah orang tuanya. Namun, nyali Jim ternyata tidaklah sebesar itu. Ia hanya meminta Nayla untuk berdoa dan berdoa semoga takdir mempersatukan mereka. Hingga Nayla putus asa dan dengan tragis memilih mengakhiri hidupnya.
Hanya saja kisah ini menjadi berbeda ketika Jim tak kunjung menyadari bahwa cinta adalah kata kerja. (Hal. 7)
Tewasnya Nayla ini tentu membuat Jim menjadi sangat terpukul. Nayla adalah cinta pertamanya,cinta yang diharapkan akan menjadi cinta sejatinya.
Duhai, apakah kau akan memilih mati ketika cinta sejatimu tak terwujud? Ataukah hanya bisa memeluk lutut, menangis tersedu, bersembunyi di balik pintu seperti anak kecil tak kebagian sebutir permen?
Itulah sepenggal bunyi blurb yang ada di bagian depan novel ini. Yap, novel Sang Penandai ini memang bercerita tentang perjuangan melupakan masa lalu yang menyakitkan. Move-On, kalo kata bahasa gaulnya mah. Tapi, bukan karya Tere Liye namanya jika tidak bisa memberikan sebuah pemahaman baru. Konsep move-on yang tersaji di novel ini menurut saya sungguh berbeda. Dan Tere Liye mengajarkan makna move-on versinya bukan dengan cara yang menggurui, tapi dengan cara yang sangat manis dengan cara mengajak kita mengikuti perjalanan Jim, bergabung dengan ekspedisi menemukan Tanah Harapan :D

Loh, koq bisa?

Jadi, saat Jim sedang depresi-depresinya karena ditinggal Nayla (sampe berkali-kali mau nyoba bunuh diri juga),datanglah tokoh imajiner yang bernama Sang Penandai :D

Sang Penandai inilah yang membujuk Jim untuk membatalkan niat bunuh dirinya, dengan 1 kalimat bijak :
pecinta sejati tidak akan pernah menyerah sebelum kematian itu sendiri datang menjemput dirinya. (Hal. 41)
Kemudian, Sang Penandai meminta Jim untuk bergabung dengan Armada Kota Terapung. Armada Kota Terapung adalah nama sebuah rombongan yang diutus oleh pemerintah negeri tempat Jim tinggal untuk berlayar menyusuri samudera dengan tujuan untuk menemukan Tanah Harapan.

Petualangan Jim bersama Armada Kota Terapung ini cukup keren kalo menurut saya. Banyak fragmen-fragmen fantasi yang seru di sepanjang perjalanan, mulai dari perang dengan bajak laut, perjuangan menaklukkan badai yang menggila, petualangan mendaki puncak Adam, upaya penaklukan pemberontak Budhis di negeri Champa sampai pertempuran di antara sesama anggota armada karena Tanah Harapan yang dijanjikan tak kunjung tampak.

Perjalanan ini berhasil mengubah Jim, dari sosok pengecut menjadi sosok pemberani, dari jenjang Kelasi rendahan naik ke jenjang Panglima yang disegani. Hmmm, emang terkadang manusia harus ditempatkan di tempat yang ‘keras’ dulu ya untuk bisa menjadi ‘seseorang’ :-)

Tapiiii, ada satu yang tak kunjung bisa hilang dari diri Jim, apalagi kalau bukan rasa cintanya yang begitu mendalam pada Nayla. Bahkan, sekarang rasa itu sering bercampur dengan rasa sesal mengapa dulu ia tak se-berani saat ini dalam memperjuangkan cintanya.

Btw, saya pertama baca novel ini kalo gak salah tahun 2009 atau 2010. Waktu itu saya sama sekali gak ngerti, koq bisa Jim sampe segitunya pada Nayla. Lebay deh nih novel, begitu pikir saya kala itu. 

Baru pas saya membaca ulang untuk kesekian kalinya novel ini (sekitar tahun 2011 akhir), saya berhasil dapet feel yang sesungguhnya dari novel ini, setelah saya sendiri merasakan yang namanya jatuh cinta *eh :’p

Langsung deh saya ralat penilaian saya, ternyata rasa itu *entah benar namanya cinta atau bukan* memang bisa menimbulkan efek yang mendalam pada diri manusia. Saya langsung paham mengapa orang bisa sedemikian desperate-nya saat kehilangan orang yang dia *anggap* cintanya.

Bahkan, dalam novel itu, dikisahkan Jim sudah sangat sulit membuka kembali hatinya. Padahal, ada dua wanita yang jatuh hati pada Jim. Untuk wanita pertama, Jim sempat mencoba membuka perlahan hatinya. Namun, sebelum hati itu membuka seluruhnya, tetiba rasa bersalah Jim pada Nayla muncul dengan begitu hebat.

Aku memang tidak pernah berani walau sedetik untuk datang menjemputnya di ibukota… Aku memang seorang pengecut.. Dan lihatlah! Semua kepengecutan itu membuat Nayla-nya bunuh diri!
Lihatlah apa balasan yang dia berikan pada Nayla-nya saat ini? Dia justru berharap cinta gadis lain. Lihatlah! Dia berusaha mencari pelarian dari masa lalu itu.. Mencoba untuk memaafkan kepengecutan itu… (Hal. 188-189)
Begitu kira-kira penggalan perasaan bersalah Jim. Nyesek pasti…

Untuk wanita kedua, Jim lebih memilih tidak membuka hatinya sedikitpun meski sang wanita telah secara gamblang menunjukkan perasaan cinta pada Jim. Bukan, bukan karena wanita itu tak cantik atau tak baik. Jim hanya tidak ingin pengalamannya didatangi rasa bersalah yang begitu hebat kembali terulang.

Kalo saya sih, kasian bukan sama Jim-nya, tapi sama kedua wanita itu, yang tidak mendapat kesempatan untuk mendapatkan cinta Jim hanya karena Jim sudah terjebak pada masa lalunya, yaitu Nayla.
Kenapa pemilik semesta alam harus menciptakan perasaan itu? Kenapa manusia harus mengenal perasaan itu? Sungguh, kehidupan gadis itu tak akan pernah sama lagi, tak akan pernah. (Hal. 202)
Tapi, itulah makna move-on yang ingin dijelaskan Tere Liye. Bukan move-on namanya jika hanya sekedar menjalin komitmen baru dengan wanita/pria lain, tetapi masih merasa sedih saat mengenang cinta terdahulunya.


Dalam kurun waktu tertentu saat kau teringat kembali dengan Nayla, kau akan mengenangnya dengan hati terluka, dan itu juga akan melukai hubunganmu dengan gadis pemetik dawai itu… Ah Jim, tak ada kebahagiaan di dunia ini jika kau masih memiliki satu rasa sesal dalam hidup, sekecil apapun penyesalan itu… (Hal. 352)
Kalo yang saya tangkep sih, Tere Liye beranggapan bahwa suatu hal yang mustahil bagi seorang manusia untuk benar-benar melupakan masa lalunya.
Kau benar, teman. Perasaan itu memang menyakitkan. Aku sudah punya anak berusia tiga tahun. Tetapi saat mendengar kekasih pertamaku dulu akan menikahi seseorang, perasaan ini pilu sekali… Lihatlah pemuda malang itu tetap tegar berdiri, setia sampai mati dengan kekasih sejatinya… (Hal.289)
Jadi, kalau kita memang mustahil melupakan masa lalu, lantas bagaimana? Apakah kita harus berpasrah kalah pada penyesalan itu? Ini nih tips dari Tere Liye untuk bisa berdamai dengan masa lalu, yang dituturkan via Sang Penandai ^_^
Tidak, Jim… Kau tak akan pernah bisa berdamai dengan masa lalumu jika kau tidak memulainya dengan kata : memaafkan… Hatimu harus mulai memaafkan semua kejadian yang telah terjadi. Tidak ada yang patut disalahkan. Kau justru harus memulainya dengan tidak menyalahkan dirimu sendiri… Apakah dengan demikian kau bisa melupakan Nayla? Belum… sayang sekali belum, anakku. Untuk bisa berdamai dengan masa lalu kau juga harus menerima semua kenangan itu… Meletakkannya di bagian terpenting, memberikannya singgasana dan mahkota di hatimu. Karena bukankah itu semua kenangan yang paling indah, bukan? Paling berkesan… Paling membahagiakan… (Hal. 349-350)
Ah, kau pasti bertanya jika dia memang kenangan yang paling indah, mengapa kau selalu pilu mengenangnya! Mengapa? Karena kau tak pernah mau menerima kenyataan yang ada… (Hal. 350)
Masalahnya, penerimaan itu bukan sesuatu yang mudah. Banyak sekali orang di dunia ini yang selalu berpura-pura. Berpura-pura menerima tapi hatinya berdusta… Sayang aku tak bisa mengajarkan cara agar hatimu bisa menerima… Hanya pemilik semesta alam yang bisa dengan mudah mengubah hati… Di luar itu, kita semua harus berlatih untuk belajar menerima. (Hal. 351)
Bagaimana ending novel ini? Apakah Jim akhirnya mendapatkan pengganti Nayla? Ahhaaa, baca sendiri ya, dan bersiaplah menerima ending yang sungguh mengejutkan. 

Kesimpulannya, pesan novel ini sangat nyampe buat saya *walaupun telat karena gak berhasil saya peroleh sejak pertama baca hehe.. Bahwa setiap orang mungkin saja memiliki masa lalu yang menyakitkan (bukan hanya dalam hal cinta kalau boleh saya tambahkan), tetapi toh kehidupan harus tetap berjalan. Pilihan kita hanya dua, merasa tersiksa dengan masa lalu itu, atau berdamai :-) Dan berdamai versi Tere Liye adalah saat kita bisa mengenang semua masa lalu itu dengan tersenyum. Berdamai versi saya, saat kita sudah mampu menceritakan masa lalu itu dengan mata berbinar-binar ala Spongebob :P

Dan sekaraaang, saatnya Book-Meter memberi penilaian untuk novel ini :D


 


Review ini juga dibuat dalam rangka mengikuti :

 





0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komen :)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
back to top
 

Boekenliefhebber Copyright © 2009 Flower Garden is Designed by Ipietoon for Tadpole's Notez Flower Image by Dapino