Nagiiih !
Itulah satu kata yang bisa saya
berikan untuk novel ini. Setelah selesai membaca The Da Vinci Code, saya
benar-benar ketagihan untuk membaca karya Dan Brown yang lain. Memang sangat
telat sih, karena kepopuleran Dan Brown sudah muncul sejak tahun 2003 saat The
Da Vinci Code terbit. Saya pernah cerita disini, bahwa saya sudah lama memiliki e-book The Da Vinci Code namun
tak kunjung berhasil saya selesaikan karena cepet capek kalo baca e-book.
Lalu, belum lama ini saya
memutuskan untuk ikut Read Big Reading Challenge yang digagas pemilik blog
Craving for Books, dan salah satu buku yang saya targetkan masuk dalam
challenge itu ya si seksi The Da Vinci Code ini. Voila, ternyata saya berhasil
menyelesaikan membaca versi printed-book nya cuma dalam waktu 1 hari saja
*bangga ^o^.
Mungkin sudah banyak yang
mengetahui kalau novel yang satu ini tergolong novel yang sangat kontroversial.
Bahkan, di cover depan versi bahasa Indonesia terbitan Serambi ditulis sebuah tagline :
Memukau Nalar, Mengguncang Iman.
Nantangin banget ya tagline-nya? Benarkah isinya
sungguh-sungguh dahsyat?
Pict Source : Goodreads |
Novel ini bercerita tentang petualangan kedua ahli simbologi dari Universitas Harvard yang bernama Robert Langdon (petualangan pertama Langdon dapat dibaca di buku Angels and Demons). Kali ini, petualangannya terjadi di Paris, Prancis. Kisah dibuka dengan peristiwa terbunuhnya seorang kurator besar yang bernama Jacques Sauniere di kantornya, Museum Louvre. Langdon ikut terseret dalam kasus ini karena beberapa jam sebelum pembunuhan, Langdon dijadwalkan bertemu dengan kurator tersebut. Terlebih, sebelum tewas, Sauniere meninggalkan beberapa petunjuk ‘simbolis’ (diantaranya berupa kode angka) dan satu petunjuk ‘eksplisit’ yang berbunyi : Cari Robert Langdon !
Tentu saja, polisi (dalam hal ini
dipimpin oleh Kapten Fache) langsung menyimpulkan bahwa Langdon-lah
pembunuhnya. Namun, Fache tak mau langsung menangkapnya. Ia sengaja ‘menjebak’
Langdon, mengundangnya sebagai saksi, sekaligus ‘memanfaatkannya’ untuk
membantu polisi memecahkan sisa petunjuk yang berupa simbol-simbol yang belum
dipahami maknanya.
Langdon sama sekali tak menyangka
bahwa ia dicurigai, hingga akhirnya datanglah Sophie Neveu, seorang agen dari
Departemen Kriptologi (semacam departemen yang bertugas memecahkan sandi-sandi)
ke TKP. Neveu tidak sependapat dengan Fache, dan Neveu-lah yang berbaik hati
memberitahukan pada Langdon bahwa ia dicurigai. Neveu menganggap bahwa pesan
“Cari Robert Langdon” yang ditulis oleh Sauniere bukan berarti bahwa Langdon
pembunuhnya, melainkan Langdon-lah yang dipercaya Sauniere untuk memecahkan
sekaligus mengamankan sebuah rahasia besar yang sedang diincar oleh sang
pembunuh.
Ya, motif pembunuhan Sauniere
memang diduga karena pembunuhnya mengincar sebuah rahasia besar yang dijaga
oleh sang kurator. Rahasia besar itu terkait dengan keberadaan Misteri Cawan
Suci (Holy Grail). Inilah yang
membuat novel The Da Vinci Code menjadi begitu kontroversial !
Mengapa?
Karena Dan Brown dengan teramat
sangat berani mengklaim bahwa makna Holy Grail sesungguhnya bukanlah sebuah
cawan dalam arti harfiah, melainkan perlambang untuk menggambarkan istri Yesus
(begitu Dan Brown menyebutnya). Benarkah klaim Dan Brown ini? Benarkah Yesus
(Nabi Isa dalam pemahaman umat Islam) mempunyai istri, bahkan mempunyai anak?
Hmm, dalam review ini saya tidak
ingin membahas benar atau tidaknya klaim tersebut karena semua tentu tergantung
pada keyakinan para pembaca. Saya hanya ingin mengupas novel ini sebagai sebuah
karya fiksi saja *karena toh titelnya juga novel, bukan sebuah biografi atau paper :-)
Saya sangat sukaa dengan gaya
penceritaan Dan Brown. Ia mampu membungkus tema yang cukup ‘berat’ ke dalam
sebuah kisah petualangan dengan diksi yang ringan. Dan Brown juga sangat piawai
dalam menjelaskan setting tempat-tempatnya, cukup detil sehingga saya sebagai
pembaca merasa benar-benar bisa membayangkan tempat tersebut, juga tidak
terlalu berlebihan hingga membuat pembaca mumet.
Begitu-pun dalam pendeskripsian setiap karya seni, Dan Brown membuat
saya-yang-buta-lukisan-ini jadi penasaran dengan lukisan Monalisa dan The Last
Supper-nya Leonardo Da Vinci. Apakah benar seperti yang dijabarkan Dan Brown?
Ooow, saya sampe langsung meng-googling loh :D
Dan Brown juga gak
tanggung-tanggung loh dalam berimajinasi. Bayangin aja, betapa beraninya Dan
Brown menulis seperti ini :
Di atas kaca, enam kata bersinar keunguan, coreng moreng melintasi wajah Mona Lisa.
FYI, Mona Lisa yang dimaksud Dan Brown itu Mona
Lisa yang di Museum Louvre lho, iyaa Mona Lisa yang asli, dan Dan Brown dengan
seenak udel mengimajinasikan lukisan legendaris tersebut tercoreng-moreng di
bagian wajahnya. Hihi, saya jadi geli sendiri, ngebayangin kalo ada pecinta
seni yang baca pasti dia bakalan gemes banget :P
Lalu, tentang tokoh Robert
Langdon, haduuuh beneran deh saya mendadak nge-fans sama simbolog asal Harvard
ini >,< Kejeniusannya itu lho, koq bisa ya segala simbol-simbol rumit nan
berlapis itu ia kupas satu persatu dan pada akhirnya menghasilkan sebuah
jawaban yang sangat simpel? Keren deh Mr. Langdon ini :D
Saya juga suka dengan ‘kebaikan’
Dan Brown yang tidak membiarkan pembacanya ‘mati penasaran’ (yeaah, saya tahu
perumpamaan ini terlalu berlebihan :p) dengan menyimpan semua misteri hingga
akhir cerita. Ooh tidak, Pak Dan Brown tidak seperti itu koq, biasanya hanya
sekitar 10 halaman, dia sudah mengungkap arti satu simbol, untuk kemudian ia
hadirkan lagi misteri simbol berikutnya yang jauh lebih sulit. Huuuft, gimana
saya bisa ngelepasin buku dengan gaya penceritaan yang seperti ini coba? Laper
pun jadi gak kerasa deh, really !
Apa lagi yaa? Saya terkagum-kagum
dengan sistem keamanan Bank Zurich, saya benar-benar merasa ngeri dengan ritual
‘pematian-raga’ Opus Dei, bahkan saya ikut merasa tegang mengikuti pelarian
Langdon dan Neveu dari Prancis sampai ke Inggris dengan dibantu oleh Teabing
(sahabat Langdon). Intinya setelah membaca novel ini saya sama sekali tidak
ragu untuk memasukkan Dan Brown ke dalam jajaran penulis favorit :D
Hanya satu yang saya rasa agak miss dalam cerita ini, yaitu saat
pembantu Teabing menelepon polisi dan memberitahukan bahwa Langdon sedang
bersembunyi di rumah Teabing. Kenapa? Silahkan dibaca sendiri, dan temukan
jawabannya :D Menurut saya sih, seandainya pembantu Teabing itu gak melapor,
adegan pelarian dari Prancis ke Inggris gak perlu terjadi, daaan *spoiler
alert, silahkan block tulisan di bawah ini untuk melihat spoiler*
Klik >>
Tetapi overall, saya sungguh
jatuh cinta dengan tulisan Dan Brown ini, sekali lagi dengan catatan saya
memandangnya murni sebagai karya fiksi ^^
P.S. : membaca novel The Da Vinci
Code ini menyadarkan saya bahwa sungguh masih banyak hal-hal yang tidak saya
ketahui tentang agama saya sendiri. Salah satunya tentang status pernikahan
Nabi Isa A.S. Saya baru sadar bahwa saya memang belum pernah membaca literatur
Islam yang mengatakan bahwa beliau mempunyai istri, namun saya juga belum
pernah membaca literature Islam yang secara eksplisit mengatakan beliau tidak
pernah menikah. Namun demkian, kalau dari kacamata Islam, menikah adalah suatu
hal yang dihalalkan, bahkan bagi Rasul sekalipun ;)
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan komen :)