Selasa, 20 Agustus 2013

The Da Vinci Code (Dan Brown, 2003)




Nagiiih !

Itulah satu kata yang bisa saya berikan untuk novel ini. Setelah selesai membaca The Da Vinci Code, saya benar-benar ketagihan untuk membaca karya Dan Brown yang lain. Memang sangat telat sih, karena kepopuleran Dan Brown sudah muncul sejak tahun 2003 saat The Da Vinci Code terbit. Saya pernah cerita disini, bahwa saya sudah lama memiliki e-book The Da Vinci Code namun tak kunjung berhasil saya selesaikan karena cepet capek kalo baca e-book.

Lalu, belum lama ini saya memutuskan untuk ikut Read Big Reading Challenge yang digagas pemilik blog Craving for Books, dan salah satu buku yang saya targetkan masuk dalam challenge itu ya si seksi The Da Vinci Code ini. Voila, ternyata saya berhasil menyelesaikan membaca versi printed-book nya cuma dalam waktu 1 hari saja *bangga ^o^.

Mungkin sudah banyak yang mengetahui kalau novel yang satu ini tergolong novel yang sangat kontroversial. Bahkan, di cover depan versi bahasa Indonesia terbitan Serambi ditulis sebuah tagline :

Memukau Nalar, Mengguncang Iman.

Nantangin banget ya tagline-nya? Benarkah isinya sungguh-sungguh dahsyat?

Pict Source : Goodreads

Novel ini bercerita tentang petualangan kedua ahli simbologi dari Universitas Harvard yang bernama Robert Langdon (petualangan pertama Langdon dapat dibaca di buku Angels and Demons). Kali ini, petualangannya terjadi di Paris, Prancis. Kisah dibuka dengan peristiwa terbunuhnya seorang kurator besar yang bernama Jacques Sauniere di kantornya, Museum Louvre. Langdon ikut terseret dalam kasus ini karena beberapa jam sebelum pembunuhan, Langdon dijadwalkan bertemu dengan kurator tersebut. Terlebih, sebelum tewas, Sauniere meninggalkan beberapa petunjuk ‘simbolis’ (diantaranya berupa kode angka) dan satu petunjuk ‘eksplisit’ yang berbunyi : Cari Robert Langdon !

Tentu saja, polisi (dalam hal ini dipimpin oleh Kapten Fache) langsung menyimpulkan bahwa Langdon-lah pembunuhnya. Namun, Fache tak mau langsung menangkapnya. Ia sengaja ‘menjebak’ Langdon, mengundangnya sebagai saksi, sekaligus ‘memanfaatkannya’ untuk membantu polisi memecahkan sisa petunjuk yang berupa simbol-simbol yang belum dipahami maknanya.

Langdon sama sekali tak menyangka bahwa ia dicurigai, hingga akhirnya datanglah Sophie Neveu, seorang agen dari Departemen Kriptologi (semacam departemen yang bertugas memecahkan sandi-sandi) ke TKP. Neveu tidak sependapat dengan Fache, dan Neveu-lah yang berbaik hati memberitahukan pada Langdon bahwa ia dicurigai. Neveu menganggap bahwa pesan “Cari Robert Langdon” yang ditulis oleh Sauniere bukan berarti bahwa Langdon pembunuhnya, melainkan Langdon-lah yang dipercaya Sauniere untuk memecahkan sekaligus mengamankan sebuah rahasia besar yang sedang diincar oleh sang pembunuh.

Ya, motif pembunuhan Sauniere memang diduga karena pembunuhnya mengincar sebuah rahasia besar yang dijaga oleh sang kurator. Rahasia besar itu terkait dengan keberadaan Misteri Cawan Suci (Holy Grail). Inilah yang membuat novel The Da Vinci Code menjadi begitu kontroversial !

Mengapa?

Karena Dan Brown dengan teramat sangat berani mengklaim bahwa makna Holy Grail sesungguhnya bukanlah sebuah cawan dalam arti harfiah, melainkan perlambang untuk menggambarkan istri Yesus (begitu Dan Brown menyebutnya). Benarkah klaim Dan Brown ini? Benarkah Yesus (Nabi Isa dalam pemahaman umat Islam) mempunyai istri, bahkan mempunyai anak?

Hmm, dalam review ini saya tidak ingin membahas benar atau tidaknya klaim tersebut karena semua tentu tergantung pada keyakinan para pembaca. Saya hanya ingin mengupas novel ini sebagai sebuah karya fiksi saja *karena toh titelnya juga novel, bukan sebuah biografi atau paper :-)

Saya sangat sukaa dengan gaya penceritaan Dan Brown. Ia mampu membungkus tema yang cukup ‘berat’ ke dalam sebuah kisah petualangan dengan diksi yang ringan. Dan Brown juga sangat piawai dalam menjelaskan setting tempat-tempatnya, cukup detil sehingga saya sebagai pembaca merasa benar-benar bisa membayangkan tempat tersebut, juga tidak terlalu berlebihan hingga membuat pembaca mumet. Begitu-pun dalam pendeskripsian setiap karya seni, Dan Brown membuat saya-yang-buta-lukisan-ini jadi penasaran dengan lukisan Monalisa dan The Last Supper-nya Leonardo Da Vinci. Apakah benar seperti yang dijabarkan Dan Brown? Ooow, saya sampe langsung meng-googling loh :D

Dan Brown juga gak tanggung-tanggung loh dalam berimajinasi. Bayangin aja, betapa beraninya Dan Brown menulis seperti ini :
Di atas kaca, enam kata bersinar keunguan, coreng moreng melintasi wajah Mona Lisa.
FYI, Mona Lisa yang dimaksud Dan Brown itu Mona Lisa yang di Museum Louvre lho, iyaa Mona Lisa yang asli, dan Dan Brown dengan seenak udel mengimajinasikan lukisan legendaris tersebut tercoreng-moreng di bagian wajahnya. Hihi, saya jadi geli sendiri, ngebayangin kalo ada pecinta seni yang baca pasti dia bakalan gemes banget :P
Lalu, tentang tokoh Robert Langdon, haduuuh beneran deh saya mendadak nge-fans sama simbolog asal Harvard ini >,< Kejeniusannya itu lho, koq bisa ya segala simbol-simbol rumit nan berlapis itu ia kupas satu persatu dan pada akhirnya menghasilkan sebuah jawaban yang sangat simpel? Keren deh Mr. Langdon ini :D
Saya juga suka dengan ‘kebaikan’ Dan Brown yang tidak membiarkan pembacanya ‘mati penasaran’ (yeaah, saya tahu perumpamaan ini terlalu berlebihan :p) dengan menyimpan semua misteri hingga akhir cerita. Ooh tidak, Pak Dan Brown tidak seperti itu koq, biasanya hanya sekitar 10 halaman, dia sudah mengungkap arti satu simbol, untuk kemudian ia hadirkan lagi misteri simbol berikutnya yang jauh lebih sulit. Huuuft, gimana saya bisa ngelepasin buku dengan gaya penceritaan yang seperti ini coba? Laper pun jadi gak kerasa deh, really !

Apa lagi yaa? Saya terkagum-kagum dengan sistem keamanan Bank Zurich, saya benar-benar merasa ngeri dengan ritual ‘pematian-raga’ Opus Dei, bahkan saya ikut merasa tegang mengikuti pelarian Langdon dan Neveu dari Prancis sampai ke Inggris dengan dibantu oleh Teabing (sahabat Langdon). Intinya setelah membaca novel ini saya sama sekali tidak ragu untuk memasukkan Dan Brown ke dalam jajaran penulis favorit :D

Hanya satu yang saya rasa agak miss dalam cerita ini, yaitu saat pembantu Teabing menelepon polisi dan memberitahukan bahwa Langdon sedang bersembunyi di rumah Teabing. Kenapa? Silahkan dibaca sendiri, dan temukan jawabannya :D Menurut saya sih, seandainya pembantu Teabing itu gak melapor, adegan pelarian dari Prancis ke Inggris gak perlu terjadi, daaan *spoiler alert, silahkan block tulisan di bawah ini untuk melihat spoiler*

Klik >>
Peran Teabing sebagai dalang pembunuhan Sauniere tidak akan terungkap ! (apalagi pembantu Teabing sudah berkomplot dengan majikannya itu, jadi seharusnya ia tahu dan tidak perlu melapor polisi !).


Tetapi overall, saya sungguh jatuh cinta dengan tulisan Dan Brown ini, sekali lagi dengan catatan saya memandangnya murni sebagai karya fiksi ^^



P.S. : membaca novel The Da Vinci Code ini menyadarkan saya bahwa sungguh masih banyak hal-hal yang tidak saya ketahui tentang agama saya sendiri. Salah satunya tentang status pernikahan Nabi Isa A.S. Saya baru sadar bahwa saya memang belum pernah membaca literatur Islam yang mengatakan bahwa beliau mempunyai istri, namun saya juga belum pernah membaca literature Islam yang secara eksplisit mengatakan beliau tidak pernah menikah. Namun demkian, kalau dari kacamata Islam, menikah adalah suatu hal yang dihalalkan, bahkan bagi Rasul sekalipun  ;)

Review ini juga dibuat dalam rangka mengikuti :






0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komen :)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
back to top
 

Boekenliefhebber Copyright © 2009 Flower Garden is Designed by Ipietoon for Tadpole's Notez Flower Image by Dapino