Senin, 19 Agustus 2013

Sunset Bersama Rosie (Tere Liye, 2011)




Om Tere harus tanggung jawab !!! 

Lagi-lagi, dia berhasil membuat saya tersedak menahan air mata, bahkan saat saya baru membaca beberapa lembar halaman awal novelnya >,<

Gimana enggak?

00.00.00.

Timer bom itu sempurna menyentuh angka nol.

Dalam gerakan pelan yang menyakitkan, dalam gerakan lambat yang mengiris hati, aku harus menjadi saksi utuh seluruh kejadian itu. Sebelum Rossie terharu menerima tangkai bunga, sebelum Nathan mengacak bangga rambut Sakura dan Jasmine, terdengar dentuman keras !

Saya cukup sering mengatakan bahwa kekuatan tulisan Tere Liye yang paling utama terletak pada kemampuannya menyajikan cerita yang sebenarnya sederhana menjadi begitu emosional. Ia mengekspose setiap detil adegan dengan begitu perlahan, tidak terburu-buru, hingga saya sebagai pembaca selalu terbawa masuk ke dalam emosi para tokohnya. Contohnya? Bisa dilihat pada blurb di atas. Blurb itu menggambarkan terjadinya bom Jimbaran, Bali yang menjadi titik tolak setting cerita novel Sunset bersama Rossie ini. Perlahan dan sangat personal sekali ya rangkaian katanya? :)

Apa? Biasa aja? Gak bikin nyesek, gak bikin terharu baca blurb itu??


Hmm, wajar sih kalo cuma baca sepenggal, tapi gimana kalo saya kasih tahu bahwa Rossie dan Nathan adalah sepasang suami istri yang sedang merayakan ulang tahun pernikahan ke-13 mereka di Jimbaran, bersama keempat anaknya yang bernama Anggrek (12 tahun), Sakura (9 tahun), Jasmine (5 tahun), dan Lili (1 tahun). Lantas, saat matahari telah terbenam, saat Sakura dan Jasmine bersiap memberikan hadiah kejutan berupa mawar biru untuk ayah ibunya, saat itulah ledakan bom memutus segalanya. Jujur, kalo saya sih paling gak kuat baca adegan keluarga yang bahagia tiba-tiba terputus kebahagiannya karena suatu hal >,<

Dan yang unik, peristiwa pengeboman ini diceritakan dari sudut pandang orang pertama, yaitu Tegar. Tegar adalah sahabat Rossie dan Nathan, ia satu-satunya orang yang diundang mengikuti perayaan ulang tahun pernikahan mereka melalui video-conference. Ya, Tegar memang tidak berada di Bali saat ledakan bom terjadi, namun ia menyaksikan tragedi itu secara real-time lewat layar komputernya di Jakarta! Jelas ia sangat syok, sambungan video-conference terputus, dan layar komputer seketika hanya menampakkan tulisan error-connection. Terbirit-birit, Tegar langsung menuju bandara dan mencari penerbangan yang bisa segera membawanya ke Bali.

Bertitik tolak dari Bom Jimbaran Bali inilah, kisah Sunset Bersama Rossie bergulir membentuk jalinan kisah baru.

pict.source : goodreads.com

Nathan tewas. Sementara Rossie dan anak-anaknya selamat, mereka hanya mengalami lecet-lecet (*masa sih??agak sinetron nampaknya untuk bagian yang satu ini*), kecuali Sakura yang mengalami luka cukup parah sehingga harus diopname. Penggambaran adegan di rumah sakit ini juga lumayan menyesakkan buat saya : Rossie yang terdiam bengong dan tak mau melepaskan pelukan pada jasad sang suami, Anggrek yang terduduk memeluk lutut dan tanpa sadar mengguratkan jemari kecilnya  pada tegel rumah sakit, serta Jasmine yang hanya bisa memeluk Lili. Adegan seperti ini jelas jauh lebih menyesakkan dibanding adegan menjerit pilu yang biasa muncul di sinetron-sinetron *eh. 

Aku seketika terluka melihatnya.

Senyap sejenak.

Nathan sudah pergi, Tegar”. Rosie berbisik lirih.
Aku kehilangan kalimat.
Omong kosong kata-kata menghibur itu. Omong kosong kata-kata membesarkan hati itu. OMONG KOSONG! Segala kesedihan ini tidak akan mereda dengan segala kalimat memuakkan itu.
Tiga belas tahun pernikahan yang hebat. Tiga belas tahun dengan kebahagiaan intensitas tinggi. Berakhir sepagi ini. Nathan pergi dengan kepala pecah.
Kehilangan orang yang sangat dicintai, apalagi dalam waktu sangat mendadak, jelas gak perlu saya ceritakan lagi bagaimana sedihnya. Permasalahannya adalah, suka atau tidak suka, kehidupan harus tetap berlanjut bagi orang-orang yang ditinggalkan ini, termasuk bagi Rossie dan anak-anaknya. Tanpa banyak membuang waktu, Tegar memutuskan Nathan harus segera dimakamkan. Tegar membawa Rossie dan anak-anaknya pulang ke kediaman mereka di Gili Trawangan, bersama jasad Nathan. Hanya Sakura yang tetap ditinggal di Bali karena ia masih belum boleh keluar dari RS. Setelah Nathan dimakamkan, Tegar memutuskan untuk tetap tinggal di Gili Trawangan, mendampingi Rossie dan anak-anaknya melewati masa sulit itu.

Padahal, secara kebetulan, hari saat pemakaman Nathan seharusnya menjadi hari pertunangan Tegar dengan Sekar, kekasihnya. Namun tragedi yang tiba-tiba ini membuat Tegar sampai melupakan acara tersebut. Ia baru ingat ketika Sekar dengan panik menelepon bahwa keluarganya tengah menunggunya. Sekar memang belum mengetahui adanya peristiwa pemboman karena sejak sehari sebelumnya ia begitu hectic mempersiapkan acara pertunangan tersebut, sebuah acara yang akhirnya diminta Tegar untuk ditunda terlebih dahulu. Untunglah Sekar mengerti, meski tak dipungkiri ada rasa was-was di hatinya. Mengapa?

Karena Rossie adalah cinta pertama Tegar !

Dan Sekar tahu hal itu. Rossie dan Tegar bersahabat sejak masih kanak-kanak. Mereka menghabiskan masa kecil di Gili Trawangan, salah satu anak pulau yang indah di gugusan utara pulau Lombok. Setelah dua puluh tahun menjalin persahabatan semenjak masih bocah hingga akhirnya sama-sama duduk di bangku kuliah, Tegar mulai menyadari bahwa ia mencintai Rossie. Namun sayang, cinta itu tidak pernah terwujud. 

Tegar terlambat menyatakan cintanya pada Rossie. Ya, Nathan terlanjur mendahuluinya. Nathan yang baru berkenalan 2 bulan dengan Rossie (itupun karena dikenalkan oleh Tegar) ternyata juga mencintai Rossie.

Dua  bulan miliknya setara dengan dua puluh tahun milikku? Bagaimana mungkin?

Setting pernyataan cinta Nathan kepada Rossie sungguh romantis, yaitu di puncak Gunung Rinjani. Namun tentu setting ini justru begitu memilukan bagi Tegar. Tegar-lah yang merancang pendakian ini. Ia berencana menyatakan cintanya kepada Rossie di puncak Gunung Rinjani pada saat matahari terbit, momen favoritnya. Ia sengaja mengajak Nathan, sahabat terbaiknya, guna menjadi saksi pernyataan cinta tersebut. Ternyata Nathan mendahuluinya. Nathan menyatakan cinta pada Rossie saat matahari terbenam, momen favorit Rossie. Dan Rossie menerimanya.

Tidak, Nathan tidak berkhianat. Tegar menyadari hal itu sebab memang ia sendiri belum pernah menceritakan pada Nathan bahwa ia mencintai Rossie. Nathan hanya lebih beruntung, ia mendapatkan momen yang lebih cepat ketimbang Tegar.Saking terpuruknya, Tegar memutuskan untuk turun gunung tanpa memberi tahu Nathan dan Rossie, lantas ia memilih hijrah ke Jakarta dan memutuskan komunikasi dengan mereka.

Bertahun-tahun kemudian, waktu-lah yang berbaik hati menyembuhkan rasa sakit hati Tegar.
Di tahun keenam, kejutan besar, Rossie dan Nathan tiba-tiba mengunjungiku di Jakarta. Entah bagaimana mereka tahu alamatku. … . Kesedihan itu. Kebencian itu. Aku kebas menahan marah, menerima kehadiran mereka di depan pintu apartemen. Tetapi ya Tuhan, keajaiban itu terjadi.
Uncle, Sakura kebelet pup, kamar mandinya dimana?”, itu kalimat Sakura persis saat pintu terbuka.
Hatiku sempurna meleleh.
… . Anak-anak itu hanya membutuhkan hitungan detik untuk akrab denganku. Seperti mengenali sahabat terbaik ayah-ibunya. Dan demi itu semua, tiba-tiba aku menyesal dulu meninggalkan mereka tanpa pamit.
Mereka sahabat-sahabat terbaikku. Mereka sungguh keluargaku. Memandang dan merasakannya dari sisi lain ternyata tidak kalah indah dengan semua pengharapan dulu. Tidak kalah indah dengan mimpi-mimpi yang kuanyam selama dua puluh tahun, mimpi-mimpi sepanjang masa remajaku.
Sejak itulah, Tegar kembali menjalin persahabatan dengan Rossie dan Nathan yang telah menikah, bahkan kini jauh lebih akrab. Tegar sekaligus menjadi ‘paman’ untuk keempat putri Rossie dan Nathan. Satu detil unik disajikan Tere Liye terkait peran ‘paman’ ini, yaitu masing-masing anak Rossie dan Nathan memiliki panggilan sayang khusus yang berbeda-beda untuk Tegar, disesuaikan dengan karakter mereka.

Hanya Anggrek yang memanggil Tegar sesuai yang diajarkan Nathan, Om.
Sakura yang memiliki karakter jahil memilih memanggil Tegar dengan sebutan Uncle.
Sedangkan Jasmine yang cenderung pendiam lebih suka memanggil Tegar dengan sebutan Paman. Menurutnya kata itu indah, dan ia berusaha mengajari Lili, adik bungsunya yang belum bisa bicara, agar memanggil Tegar dengan sebutan itu juga. Akankah Jasmine berhasil?? Sedikit bocoran, Lili ternyata memilih panggilan yang berbeda ! Sebuah pilihan panggilan yang menjadi twist untuk ending kisah ini ;)

Ternyata pemilihan panggilan yang unik pada salah satu tokoh bisa memberikan nuansa personal yang lebih dalam pada novel. Sebuah detil kecil, tapi mampu memberikan nilai lebih yang cukup besar buat saya dalam menilai novel ini.

Di saat ayah mereka telah tiada, kehadiran Tegar jelas sangat mereka butuhkan. Inilah konflik yang cukup rumit yang coba diangkat oleh Tere Liye. Tegar yang pernah bertahun-tahun tersiksa karena patah hati, kini mencoba mendampingi Rossie dan anak-anaknya melawan duka kehilangan Nathan. Awalnya, Tegar memprediksi masa duka itu akan berlalu hanya dalam waktu 2 minggu, lalu selanjutnya Rossie dan anak-anak bisa melanjutkan kehidupan mereka sendiri seperti Nathan masih ada, sehingga Tegar bisa dengan tenang kembali ke Jakarta dan bertunangan dengan Sekar, cintanya saat ini.

Ternyata hal itu tidak semudah yang dibayangkan. Rossie terlalu rapuh, ia mengalami depresi hebat hingga akhirnya terpaksa dirawat di sebuah klinik psikiatri. Hal ini membawa duka tambahan untuk anak-anak : ayahnya meninggal, sedangkan ibunya nyaris ‘gila’. Bagaimana mungkin Tegar akan tega meninggalkan ‘keponakannya’ dalam kondisi semiris ini? Akhirnya Tegar memutuskan meminta waktu lebih lama kepada Sekar.

Namun, bagaimanapun Sekar adalah seorang wanita, ia tahu bahwa Tegar masih sangat mencintai Rossie meski dalam bentuk cinta yang berbeda, dan ternyata egoisme kewanitaannya *istilah darimana ini diaan -____-* tidak mampu menerima hal tersebut. Bahkan ketika Tegar menawarkan pada Sekar untuk langsung menikah di Lombok saja, Sekar tidak mau. Menurutnya, menikah dan menetap di Lombok sama saja berarti membangun rumah tangga di bawah bayang-bayang Rossie.

Mana yang akhirnya dipilih oleh Tegar : tetap mendampingi anak-anak Rossie atau memilih bertunangan dengan Sekar yang dulu telah berjasa membantunya melawan patah hati saat kehilangan Rossie? Apakah Rossie akhirnya mampu sembuh dari depresinya? Apakah anak-anak mampu melanjutkan hidup yang ceria seperti saat ayahnya masih ada? Hmm, silahkan dibaca sendiri novelnya :-)

Lumayan banyak pelajaran yang bisa kita petik sepanjang membaca novel ini. Tentang bagaimana menjalani kehidupan di saat duka, tentang lebih hebatnya kemampuan alamiah anak-anak dalam memahami makna kehidupan (perlu kita akui orang dewasa seringkali perlu belajar dari mereka!), tentang hakikat sebuah pilihan, dan tentu saja tentang arti memaafkan. Sangat sesuai dengan blurb di belakang novelnya :
Sebenarnya, apakah itu perasaan? Keinginan? Rasa memiliki?
Rasa sakit, gelisah, sesak, tidak bisa tidur, kerinduan, kebencian?
Bukankah dengan berlalunya waktu semuanya seperti gelas kosong yang berdebu, begitu-begitu saja, tidak istimewa.
Malah lucu serta gemas saat dikenang.
 
Tapi jujur, saya kurang suka dengan ending novelnya. Saya merasa pemahaman tentang kehilangan akan lebih ‘ngena’ kalau endingnya berkebalikan dengan yang dipilih penulis. Yah, tapi ini hanya selera saya pribadi koq. Overall, novel ini layak dibaca oleh siapapun. Saat kita tengah bersedih, novel ini akan menjadi pengingat bahwa sungguh kesedihan yang kita rasakan mungkin tak ada artinya dengan kesedihan yang dirasakan orang lain, sekaligus menjadi penyemangat bahwa jalan keluar dari kesedihan itu selalu ada. Yang terpenting, kita tetap berpikir positif, tak perlu menyalahkan keadaan, cukup jalani hidup sebisa mungkin seperti biasa. Sedangkan saat kita tengah gembira, novel ini juga menjadi pengingat untuk senantiasa bersyukur atas keberadaan orang-orang yang kita cintai.

Jadi, book meter untuk buku ini : 


*hanya minus 1 bintang karena saya gak suka endingnya >,<

Novel ini juga dibuat dalam rangka mengikuti :

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komen :)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
back to top
 

Boekenliefhebber Copyright © 2009 Flower Garden is Designed by Ipietoon for Tadpole's Notez Flower Image by Dapino