Selasa, 29 Oktober 2013

Good Omens [Neil Gaiman & Terry Pratchett, 1990]




Akhirnyaa,mood dan kesempatan untuk membuat review kembali lagi yaaaay ^o^. Entah kenapa,beberapa minggu terakhir saya kehilangan mood untuk mengupdate blog ini, entah dengan membuat postingan meme, cuap-cuap, apalagi review, alhasil cukup banyak event yang terlewat begitu saja. Yah,saya juga tidak ingin memaksa diri sendiri karena saya tidak ingin menganggap blogging sebagai suatu beban, justru aktivitas menulis blog ini harusnya bisa menjadi salah satu hiburan positif untuk saya, jadi ketika kemarin bad mood melanda saya memilih untuk tidak menyentuh blog ini, dan alhamdulillah hari ini mood buruk tersebut sudah saya usir jauh-jauh *^^*.

Rasa-rasanya saya perlu berterima kasih pada penulis buku Good Omens karena berkat buku inilah mood menulis review saya kembali muncul :P



Menurut buku ramalan yang ditulis Agnes Nutter si Penyihir (satu-satunya buku yang berisi ramalan-ramalan yang sangat akurat, ditulis tahun 1655, sebelum penulisnya meledak), dunia akan kiamat pada hari Sabtu. Sabtu minggu depan, tepatnya. Persis sebelum saat makan malam Maka balatentara Baik dan Jahat pun berkumpul. Atlantis muncul ke permukaan, katak-katak berjatuhan dari langit, orang-orang menjadi mudah marah. Kelihatannya segala sesuatu terjadi sesuai Yang Sudah Direncanakan. Tapi ada malaikat rewel dan setan yang gemar hidup nyaman--dua-duanya sudah hidup di tengah manusia sejak Permulaan dan lama-kelamaan lumayan menyukai gaya hidup begini--yang tidak senang membayangkan Armageddon akan segera tiba.

Selain itu, sepertinya si anak Antikristus dikirim ke tempat yang salah....

Ini adalah buku Neil Gaiman pertama yang saya baca. Saya sudah cukup sering mendengar nama penulis ini tapi belum tertarik untuk membeli bukunya. Nah, kebetulan saat ada obralan di Gramedia saya menemukan buku ini, cuma Rp 10 ribu cyiiiin, murah banget kan untuk ukuran buku setebal 518 halaman, langsung deh saya ambil. Dan ternyata saya gak menyesal, buku ini saaangaat bagus ! :D Meski absurd xD

Buku ini berkisah tentang Armageddon. Pernah denger kan istilah Armageddon? Iya, itu adalah sebuah pertempuran besar yang konon akan terjadi menjelang hari kiamat, pertempuran antara kebaikan melawan kejahatan, dan konon katanya kebaikan lah yang akan menang. Kalau dalam versi aslinya (versi umat Kristen --mohon koreksi jika saya salah), Armageddon ini merupakan pertempuran yang akan dipicu oleh seorang manusia yang merupakan Anti Kristus. Nah, berangkat dari versi asli inilah kisah Good Omens bergulir. Tapiii, dalam buku Good Omens ini, Neil Gaiman dan Terry Pratchett menghadirkan Armageddon dalam versi kocak, namun penuh makna filosofis.

Perkenalkan, Crowley, setan yang selalu berpenampilan necis dan amat bangga pada mobil Bentley-nya. Lalu, ada Aziraphale, malaikat yang sangat suka membaca serta mempunyai toko buku lapuk. Di awal kisah, Crowley dan Aziraphale bercakap-cakap tentang peristiwa diturunkannya Adam dan Hawa ke muka bumi. Malaikat dan setan ini berpikir betapa anehnya tindakan Tuhan, sengaja menyuruh setan menggoda Adam dan Hawa untuk memakan buah terlarang itu, lantas menghukum mereka dengan menurunkannya ke muka bumi.
"Tapi harus ku akui, semua ini rasanya seperti sandiwara saja ya? Maksudku, menunjukkan pohon itu, lalu mengucapkan 'Jangan Sentuh' dengan tegas dan ditekankan. Agak terlalu disengaja ya? Maksudku, kenapa pohon itu tidak ditaruh saja di puncak gunung yang jauh dari sini? Kita jadi bertanya-tanya, apa  sebenarnya yang sedang Dia rencanakan? "

Memang, inti cerita buku ini ada pada pertanyaan, "apa sebenarnya yang sedang Dia rencanakan?", apa sebenarnya yang Tuhan rencanakan dengan skenario aneh tersebut? Mungkin tanpa kita sadari, kita sendiri juga pasti pernah mempertanyakan rencana-rencana Tuhan, ya walaupun yang kita pertanyakan gak sampai ke level Adam-Hawa gitu sih, paling cuma sebatas lingkup pribadi atau orang-orang di sekitar, tapi tetap aja judulnya pernah kan?


Nah, bagaimana jika pertanyaan ini justru dipertanyakan oleh seorang (*errrr,bener gak ya pake istilah seorang --") setan dan seorang malaikat, yang seharusnya, menurut takdir, yang satu hanya bisa membangkang dan satu lagi hanya bisa menurut? Kocak, itu pasti x) Agak absurd, iyaa banget, itu yang saya rasain. Tapi justru sangat mengena :').

Pertanyaan Crowley dan Aziraphale tentang "apa yang sebenarnya sedang Dia rencanakan" tak berhenti pada peristiwa diturunkannya Adam dan Hawa saja. Mereka kembali mempertanyakan hal tersebut ribuan tahun kemudian, saat mereka diberitahu bahwa Armageddon sudah dekat. Namun, kali ini Crowley dan Aziraphale bersepakat memilih untuk melawan takdir, mereka bersepakat untuk mencoba menggagalkan Armageddon !

"Kau tidak harus menguji semuanya sampai hancur hanya untuk menentukan apakah kau membangunnya dengan benar"  ---Crowley, halaman 35.

Sebelum terkecoh, jangan bayangkan kalau alasan Crowley dan Aziraphale mencoba menggagalkan Armageddon karena mereka teramat sangat menyayangi umat manusia, tidak, alasannya sama sekali bukan itu. Sederhana, mereka hanya dua makhluk Tuhan yang sudah terlalu merasa nyaman hidup di dunia, mereka menikmati musik, senang makan enak, sangat menikmati tidur, yah sudah seperti manusia saja :D Dan mereka tidak rela jika kesenangan-kesenangan tersebut harus hilang jika dunia kiamat. Agak lucu sih sebenarnya, kalau Crowley wajar lah ya karena setelah kiamat berarti ia harus kembali ke neraka, nah kalo Aziraphale? Dia kan malaikat, setelah kiamat dia bakal balik ke Syurga, lah koq malah memilih bersekutu dengan Crowley untuk menggagalkan Armageddon? Jawabannya satu : karena menurut Aziraphale syurga itu membosankan, tidak seperti dunia xD Absurd banget kan? Emang :D


Awal membaca buku ini, saya sempat kesulitan mengikuti gaya penceritaannya. Melompat-lompat dari satu tokoh ke tokoh lainnya, dimana masing-masing tokoh terlihat tidak saling terkait. Dialog maupun narasinya juga seringkali menggunakan bahasa yang bersifat sarkas, sehingga kita harus pintar-pintar mencerna makna yang terkandung di balik setiap kalimatnya. Bukan cuma itu, masing-masing tokoh juga diberi beberapa julukan yang awalnya membuat saya berpikir, "ini tokoh baru lagi??". Eh ternyata bukan, karena tokoh itu telah muncul di halaman sebelumnya namun dengan penamaan yang berbeda. Sedikit tips, jangan sungkan buat mengintip berulang kali deskripsi tokoh yang tersaji di halaman 15-17. Jangan seperti saya,awalnya keukeuh gak mau ngintip ulang deskripsi tokoh tersebut, eh pas nyampe halaman 181, saya bener-bener keliyengan, gak mampu memahami tokoh mana yang sedang diceritakan serta apa perannya. Akhirnya saya memutuskan baca ulang dari halaman pertama, dan disinilah saya mulai memahami alur cerita yang sesungguhnya, lengkap dengan peran dan karakter masing-masing tokohnya.

Merasa buang-buang waktu? Enggak,karena saya sangat menikmati baca ulang ini, dialog-dialog yang pada awalnya saya baca sambil lalu saja ternyata sanggup membuat saya ngakak saat dibaca ulang. Yah,rupanya selera humor Gaiman dan Tratchett ini cukup tinggi buat ukuran saya sampe harus dibaca ulang gitu -.- Kebanyakan humornya tertuang dalam bahasa sarkas, atau perilaku absurd, yang secara gak langsung menyindir perilaku manusia, bener-bener jleb dan tanpa sadar membuat saya bergumam, "iya juga ya, kenapa manusia sebodoh itu ya?". Dan bukankah tertawa yang paling sehat itu saat kita mampu menertawakan kebodohan diri sendiri, untuk kemudian berjanji tidak akan mengulanginya lagi? :))

Banyak sindiran-sindiran halus dalam novel ini, antara lain tentang kepercayaan manusia pada ramalan, tentang fenomena makanan cepat saji, tentang makna persahabatan dan persaingan, serta yang terpenting adalah tentang emosi. Ya, emosi. Dalam buku ini Neil Gaiman mengingatkan kita bahwa saat ini kebanyakan manusia mudah tersulut emosinya hanya karena hal yang saaangaaat sepele, dan celakanya jika emosi itu sudah menimbulkan efek domino maka tinggal menunggu waktu saja untuk sampai pada kehancuran dunia. Armageddon versi imajinasi Gaiman ternyata begitu sederhana, cukup hilangkan 1 saja kebutuhan paling vital bagi manusia saat ini, maka manusia yang mulai emosi karena kehilangan kebutuhan vital ini akan mulai saling menyalahkan, dan kemudian duaaarrr dengan mudah perang akan meletus.

Lantas, mampukah Crowley dan Aziraphale menggagalkan Armageddon tersebut? Jika tidak, apakah Armageddon itu memang pada dasarnya baik untuk manusia, atau Tuhan hanya sekedar ingin bermain-main dengan ciptaanNya? Jika iya, apakah itu berarti Crowley dan Aziraphale telah mampu mengalahkan rencana Tuhan? Nah,silahkan dibaca sendiri novelnya, temukan sebuah ending yang sangat manis dan penuh makna filosofis. Apapun agama yang pembaca yakini, saya yakin ending novel ini mampu membuat kita merenung betapa rencana Tuhan jauh lebih sempurna dibanding yang kita bayangkan.

"Barangkali ini bukan hanya ujian untuk dunia, tapi ujian untuk kalian juga" ---Aziraphale, hal. 475.

Tanpa ragu lagi, 5 bintang untuk novel ini.



Review ini juga dibuat dalam rangka mengikuti: 


2 komentar:

astrid on 29 Oktober 2013 pukul 14.47 mengatakan...

waah ini salah satu buku Gaiman yang aku suka banget. duetnya sama pratchett pas banget yaaa :D iri ih bisa dapet buku ini cuman 10k ajaaa ;p

A on 30 Oktober 2013 pukul 08.09 mengatakan...

iya mbak, berasa nemu harta karun di antara tumpukan jerami xD sekarang jadi penasaran sama American Gods nih hehe

Posting Komentar

Silahkan komen :)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
back to top
 

Boekenliefhebber Copyright © 2009 Flower Garden is Designed by Ipietoon for Tadpole's Notez Flower Image by Dapino